MODUL 4
MODUL 4
1. Pendahuluan [Kembali]
Ikan asin merupakan salah satu produk olahan hasil perikanan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Proses pembuatan ikan asin pada umumnya masih dilakukan secara tradisional, yaitu dengan cara menjemur ikan di bawah sinar matahari secara langsung. Metode penjemuran tradisional ini sangat bergantung pada kondisi cuaca, sehingga sering menimbulkan berbagai permasalahan, seperti ikan tidak kering secara merata, kualitas produk menurun, serta risiko kerusakan akibat hujan yang datang secara tiba-tiba. Selain itu, proses pengawasan yang dilakukan secara manual membutuhkan tenaga dan waktu yang cukup besar.
Seiring dengan perkembangan teknologi di bidang elektronika dan sistem digital, proses penjemuran ikan asin dapat ditingkatkan efisiensinya melalui penerapan sistem otomatis. Sistem penjemuran ikan asin otomatis dirancang untuk mampu merespons perubahan kondisi lingkungan secara cepat dan akurat, sehingga kualitas hasil penjemuran dapat lebih terjaga. Dengan memanfaatkan sensor cahaya (LDR) untuk mendeteksi intensitas cahaya matahari dan sensor hujan untuk mendeteksi keberadaan air hujan, sistem dapat menentukan kondisi lingkungan secara real time.
Pada penelitian dan perancangan ini, sistem penjemuran ikan asin otomatis dikembangkan menggunakan rangkaian sistem digital berbasis IC TTL dan komponen analog seperti operational amplifier. Informasi dari sensor diolah melalui rangkaian logika dan multiplexer untuk menentukan keputusan penggerakan aktuator berupa motor DC atau solenoid sebagai mekanisme pembuka dan penutup atap penjemuran. Selain itu, seven segment digunakan sebagai media tampilan untuk menunjukkan kondisi kerja sistem secara visual.
Dengan adanya sistem penjemuran ikan asin otomatis ini, diharapkan proses penjemuran dapat berlangsung lebih efektif, aman, dan terkontrol tanpa ketergantungan penuh pada pengawasan manusia. Sistem ini tidak hanya meningkatkan kualitas produk ikan asin, tetapi juga memberikan solusi teknologi sederhana yang dapat diaplikasikan pada skala rumah tangga maupun industri kecil.
2. Tujuan [Kembali]- Membuat sistem penjemuran ikan asin otomatis yang mampu menyesuaikan posisi penjemur berdasarkan intensitas cahaya dan adanya hujan.
- Menerapkan rangkaian digital (IC TTL seperti multiplexer, gerbang logika, dan BCD decoder) untuk mengolah sinyal sensor dan menampilkan kondisi sistem.
- Mengendalikan motor DC menggunakan rangkaian driver/H-bridge sehingga penjemur dapat membuka atau menutup secara otomatis.
- Meningkatkan efisiensi dan kualitas proses pengeringan, sehingga ikan tidak rusak karena hujan dan mendapatkan cahaya optimal.
3. Alat dan Bahan [Kembali]
1. Adaptor 5V 2A
Sebagai sumber tegangan 5V dengan arus keluaran 2A
2. Connector
Sebagai penghubung antara sumber tegangan ke breadboard
3. Kabel Jumper
Kabel jumber berfungsi untuk menghubungkan antar komponen elektronik
4. Breadboard
Tempat merangkai komponen elektronik tanpa solder
5. IC LM358AN
IC LM358AN berfungsi sebagai penguat operasional yang terdiri dari dua op-amp di dalam satu chip.
6. IC 74LS04N
IC ini berisi 6 gerbang NOT (Inverter). Setiap gerbang membalik sinyal logika. Jika input bernilai HIGH maka output menjadi LOW.
7. 7-Segment Display (Comman Anoda)
Menampilkan kondisi berupa angka: 0(tidak hujan dan tidak gelap), 1 (hujan namun terang), 2 (gelap namun tidak hujan), 3 (hujan dan gelap).
8. Rain Sensor
Rain sensor atau sensor hujan adalah perangkat elektronik yang berfungsi mendeteksi keberadaan air atau tetesan hujan pada permukaan sensor. Sensor ini bekerja dengan mengubah kondisi permukaan yang basah menjadi sinyal listrik, sehingga sistem dapat mengetahui apakah sedang terjadi hujan atau tidak.
9. IC 7432
IC 74LS32 adalah IC logika digital dari keluarga TTL yang berisi empat gerbang OR dengan dua input pada setiap gerbang (Quad 2-Input OR Gate)
10. Resistor
Menahan arus listrik agar tidak berlebihan pada LED dan IC.
11. Potensiometer
Mengatur sensitivitas pembacaan sensor agar batas jarak bisa disesuaikan..
12. IC 74LS157
IC 74LS157 adalah quad 2-to-1 multiplexer, yaitu rangkaian logika yang memiliki empat buah multiplexer 2:1 dalam satu chip. Setiap multiplexer memilih salah satu dari dua masukan (A atau B) berdasarkan sinyal selektor (SEL) untuk menghasilkan satu keluaran (Y).
13. IC 74LS48
IC 74LS48 adalah sebuah BCD to Seven Segment Decoder/Driver yang digunakan untuk mengubah kode BCD (Binary Coded Decimal) menjadi sinyal keluaran untuk menyalakan seven segment display tipe common anode. IC ini mampu mengatur segmen a–g secara otomatis berdasarkan input angka biner 0000–1001 sehingga memudahkan penampilan angka 0–9.
14. Transistor BD139
BD139 adalah transistor NPN bipolar junction transistor (BJT) daya menengah yang sering digunakan sebagai driver beban, penguat arus, dan aplikasi switching. Transistor ini mampu menangani arus kolektor yang cukup besar dan memiliki disipasi daya yang tinggi, sehingga cocok dipakai untuk menggerakkan motor DC kecil–menengah atau aktuator lain dalam sistem otomatisasi.
15. Pull Push Solenoid
Pull–push solenoid adalah sebuah aktuator elektromagnetik yang mampu menghasilkan gerakan linear berupa tarikan (pull) dan dorongan (push) ketika dialiri arus listrik. Solenoid jenis ini bekerja dengan prinsip dasar induksi elektromagnetik, yaitu ketika kumparan diberi tegangan, medan magnet terbentuk dan menarik plunger (inti besi) ke arah pusat kumparan. Pada saat tegangan dilepas, pegas internal biasanya mengembalikan plunger ke posisi awal sehingga memungkinkan gerakan dua arah.
4. Dasar Teori [Kembali]
- Sensor LDR (Light Dependent Resistor)
Sensor LDR bekerja berdasarkan perubahan resistansi yang dipengaruhi intensitas cahaya. Ketika cahaya mengenai permukaan LDR, nilai resistansinya turun. Ketika cahaya berkurang, resistansinya naik. Dalam sistem parkir, LDR digunakan untuk mendeteksi perubahan pantulan cahaya dari kendaraan. Perubahan resistansi diubah menjadi sinyal tegangan sehingga dapat menjadi indikator jarak kendaraan terhadap sensor.
- Sensor Infrared Obstacle Avoidance
Rain sensor atau sensor hujan merupakan perangkat elektronika yang digunakan untuk mendeteksi keberadaan air atau hujan pada suatu permukaan. Sensor ini bekerja berdasarkan prinsip perubahan sifat listrik ketika permukaan sensor terkena air. Rain sensor umumnya digunakan dalam sistem otomasi yang membutuhkan respons cepat terhadap kondisi hujan, seperti sistem penutup atap otomatis, sistem irigasi, dan sistem pengendalian lingkungan.
Secara konstruksi, rain sensor terdiri dari sebuah papan sensor yang memiliki jalur konduktor terbuka dan sebuah rangkaian pengkondisi sinyal. Jalur konduktor pada papan sensor dibuat sejajar dan terpisah dengan jarak tertentu. Ketika papan sensor dalam kondisi kering, resistansi antara jalur konduktor sangat besar sehingga arus listrik yang mengalir sangat kecil. Namun, ketika air hujan mengenai permukaan sensor, air akan bertindak sebagai media konduktif yang menghubungkan jalur konduktor tersebut, sehingga resistansi menurun dan arus listrik dapat mengalir.
Perubahan resistansi ini kemudian diubah menjadi perubahan tegangan oleh rangkaian pembagi tegangan atau komparator. Tegangan keluaran inilah yang digunakan sebagai sinyal deteksi hujan. Pada modul rain sensor yang umum digunakan, tersedia dua jenis keluaran, yaitu keluaran analog dan keluaran digital. Keluaran analog menunjukkan tingkat basahnya permukaan sensor, sedangkan keluaran digital memberikan logika HIGH atau LOW berdasarkan ambang batas tertentu yang telah ditentukan oleh rangkaian komparator internal.

Resistor adalah komponen Elektronika Pasif yang memiliki nilai resistansi atau hambatan tertentu yang berfungsi untuk membatasi dan mengatur arus listrik dalam suatu rangkaian Elektronika (V=I R).
Jenis Resistor yang digunakan disini adalah Fixed Resistor, dimana merupakan resistor dengan nilai tetap terdiri dari film tipis karbon yang diendapkan subtrat isolator kemudian dipotong berbentuk spiral. Keuntungan jenis fixed resistor ini dapat menghasilkan resistor dengan toleransi yang lebih rendah.
Cara menghitung nilai resistor:
Tabel warna


Contoh :
Gelang ke 1 : Coklat = 1
Gelang ke 2 : Hitam = 0
Gelang ke 3 : Hijau = 5 nol dibelakang angka gelang ke-2; atau kalikan 105
Gelang ke 4 : Perak = Toleransi 10%
Maka nilai resistor tersebut adalah 10 * 105 = 1.000.000 Ohm atau 1 MOhm dengan toleransi 10%.
Transistor adalah komponen semikonduktor yang dipakai sebagai penguat, sebagai sirkuit pemutus dan penyambung (switching), stabilisasi tegangan, modulasi sinyal atau sebagai fungsi lainnya. Transistor dapat berfungsi semacam kran listrik, di mana berdasarkan arus inputnya (BJT) atau tegangan inputnya (FET), memungkinkan pengaliran listrik yang sangat akurat dari sirkuit sumber listriknya.
Transistor Bipolar adalah salah satu jenis transistor yang terbentuk dari 2 dioda sehingga memiliki polaritas atau sisi positif dan sisi negatif. Biasanya transistor Bipolar atau disebut dengan BJT (Basis Junction Transistor) memiliki 2 jenis, diantaranya yaitu Transistor PNP dan Transistor NPN. Transistor ini memiliki 3 polaritas yang biasa disebut B (Basis), E (Emiter), C (Collector). Basis berfungsi sebagai base atau tempat berkumpulnya kumpulan aliran arus yang masuk ke transistor, Emiter dan Collector sebagai aliran arus masuk dan keluar.
Lambang Transistor BJT
Sudah jelas seperti gambar di atas bahwa transistor PNP memiliki simbol yang arah panahnya masuk dan sebaliknya untuk NPN arah panah dari emiter mengarah keluar.
Bentuk aliran arus pada sebuah transistor dapat dirumuskan dengan hukum KCL ( Kirchoff Current Law) Atau hukum Kirchoff I, yang dirumuskan sebagai berikut.
Ie = Ic + Ib
Keterangan :
Ie = Arus Emitter
Ic = Arus Collector
Ib = Arus Basis
Pada Transistor BJT nilai arus Ib relatif sangat kecil terhadap Ic, maka Ib ini dapat diabaikan. Sehingga persamaan diatas bisa berubah menjadi
Ie = Ic
Keterangan :
Ie = Arus Emitter
Ic = Arus Collector
Karakteristik input merupakan karakteristik dari tegangan base dan emitter (VBE) sebagai fungsi arus base (IB) dengan VCE dalam keadaan konstan. Karakteristik ini merupakan karakteristik dari junction emitter-base dengan forward bias atau sama dengan karakteristik diode pada forward bias. Pada BJT seluruh pembawa muatan akan melewati junction Base-Emittor menuju Collector maka arus pada basis menjadi jauh lebih kecil dari diode P-N dengan adanya faktor hfe. Penambahan nilai VCE megakibatkan arus IB akan berkurang. Arus IB akan mengalir jika tegangan VBE > 0,7 V
Karakteristik output merupakan karakteristik dengan tegangan emitter (VCE) sebagai fungsi arus kolektor (IC) terhadap arus base (IB) yang tetap seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Pada saat IB=0, arus IC yang mengalir adalah arus bocor ICB0 (pada umumnya diabaikan), sedangkan pada saat IB ≠ 0 untuk VCE kecil (<< 0,2 V), pembawa muatan di basis tidak efisien dan transistor dikatakan dalam keadaan saturasi dengan IB > IC / hfe . Pada saat VCE diperbesar IC pun naik hingga melewati level tegangan VCE saturasi (0,2 -1 V) hingga transistor bekerja dalam daerah aktif dengan IB = IC / hfe. Pada saat ini kondisi arus IC relatif konstan terhadap variasi tegangan VCE.
Gelombang input dan output transistor
Jenis-jenis transistsor yang digunakan
1. Fixed Bias
Fixed bias pada transistor BJT adalah metode yang sangat sederhana di mana tegangan basis transistor ditetapkan oleh sumber tegangan eksternal melalui sebuah resistor basis (RB). Konfigurasi dasar rangkaian ini melibatkan tegangan suplai (VCC), resistor kolektor (RC), dan resistor basis yang terhubung ke sumber tegangan bias (VBB). Kelebihan dari metode ini adalah kesederhanaannya, namun kelemahannya adalah stabilitas yang rendah. Fixed bias sangat sensitif terhadap variasi parameter transistor seperti β (gain) dan perubahan suhu, sehingga titik kerja transistor dapat mudah bergeser.
Gambar Rangkaian Fixed Bias
Rumus Untuk Rangkaian Fixed Bias
2. Self Bias
Self bias meningkatkan stabilitas dengan menambahkan resistor emitor (RE) yang memberikan umpan balik negatif. Dalam konfigurasi self bias, tegangan basis diatur melalui resistor basis (RB) dan tegangan pada emitor yang dikendalikan oleh arus emitor (IE) yang mengalir melalui RE. Ini membantu menstabilkan arus kolektor (IC) karena perubahan dalam arus kolektor akan mempengaruhi tegangan emitor dan, pada gilirannya, menyesuaikan tegangan basis-emitor (VBE). Metode ini menawarkan stabilitas yang lebih baik dibandingkan fixed bias, tetapi masih relatif sederhana.
Gambar Rangkaian Self Bias
Rumus untuk Rangkaian Self Bias
3. Emitter Bias
Emitter bias menggabungkan pembagi tegangan untuk basis dan resistor emitor untuk mencapai stabilitas yang lebih tinggi. Konfigurasi ini melibatkan dua resistor pembagi tegangan (RB1 dan RB2) yang menetapkan tegangan basis, serta resistor emitor (RE) yang menyediakan umpan balik negatif. Pembagi tegangan memastikan tegangan basis tetap stabil meskipun ada perubahan dalam tegangan suplai atau parameter transistor. Sementara itu, resistor emitor menambah stabilitas termal dengan mengurangi efek perubahan suhu pada arus kolektor. Emitter bias adalah metode yang sangat stabil dan cocok untuk aplikasi yang memerlukan titik kerja yang sangat stabil.
Gambar Rangkaian Emitter Bias
Rumus untuk Rangkaian Emitter Bias
Detektor non inverting Vref= +
Rangkaian detektor inverting dengan tegangan input Vi berupa gelombang segitiga dan tegangan referensi Vref > 0 Volt adalah seperti gambar 69
Dengan menggunakan persamaan (1) maka Vi = V2 dan Vref = V1 sehingga bentuk gelombang tegangan output Vo ( .( ) 1 2 (max) Vo AOL V V ) yang dihasilkan adalah seperti gambar 70
Gambar 70 Bentuk gelombang input dan gelombang output Adapun kurva karakteristik Input-Ouput (I-O) adalah seperti gambar 71. Dengan Vi > Vref maka Vo = -Vsat dan sebaliknya bila Vi < Vref maka Vo = +Vsat.
2. Detektor Non Inverting dengan vref =+
Rangkaian detektor non inverting dengan tegangan input Vi berupa gelombang segitiga dan tegangan referensi Vref > 0 Volt adalah seperti gambar 78
Gambar 78 Rangkaian detektor non inverting Dengan menggunakan persamaan (1) maka Vi = V1 dan +Vref = V2 sehingga bentuk gelombang tegangan output Vo ( .( ) 1 2 (max) Vo Vsat AOL V V ) yang dihasilkan dengan simulasi multisim adalah seperti
Detektor Inverting


Seven segment merupakan bagian-bagian yang digunakan untuk menampilkan angka atau bilangan decimal. Seven segment tersebut terbagi menjadi 7 batang LED yang disusun membentuk angka 8 dengan menggunakan huruf a-f yang disebut DOT MATRIKS. Setiap segment ini terdiri dari 1 atau 2 LED (Light Emitting Dioda). Seven segment bisa menunjukan angka-angka desimal serta beberapa bentuk tertentu melalui gabungan aktif atau tidaknya LED penyususnan dalam seven segment.
Supaya memudahkan penggunaannnya biasanya memakai sebuah sebuah seven segment driver yang akan mengatur aktif atau tidaknya led-led dalam seven segment sesuai dengan inputan biner yang diberikan. Bentuk tampilan modern disusun sebagai metode 7 bagian atau dot matriks. Jenis tersebut sama dengan namanya, menggunakan sistem tujuh batang led yang dilapis membentuk angka 8 seperti yang ditunjukkan pada gambar di atas. Huruf yang dilihatkan dalam gambar itu ditetapkan untuk menandai bagian-bagian tersebut.
Dengan menyalakan beberapa segmen yang sesuai, akan dapat diperagakan digit-digit dari 0 sampai 9, dan juga bentuk huruf A sampai F (dimodifikasi). Sinyal input dari switches tidak dapat langsung dikirimkan ke peraga 7 bagian, sehingga harus menggunakan decoder BCD (Binary Code Decimal) ke 7 segmen sebagai antar muka. Decoder tersebut terbentuk dari pintu-pintu akal yang masukannya berbetuk digit BCD dan keluarannya berupa saluran-saluran untuk mengemudikan tampilan 7 segmen.
Tabel Pengaktifan Seven Segment Display
7-Segment Display adalah komponen penampil angka (0–9) yang tersusun dari 7 buah LED (Light Emitting Diode) berbentuk huruf “8”.
Setiap LED disebut segmen, diberi nama a, b, c, d, e, f, g, dan dapat dinyalakan secara kombinasi untuk menampilkan angka tertentu.
Pada 7-segment Common Cathode, setiap LED menyala jika:
- Katoda dihubungkan ke GND (0V)
- Anoda segmen diberi logika HIGH (+5V)
Misalnya, untuk menyalakan segmen “a”, cukup beri logika 1 ke pin “a”.
Komentar
Posting Komentar